Selasa, 04 November 2014

makalah opini artikel pendidikan kritis sebagai pembebasan

OPINI
                                                      Pendidikan Kritis Sebagai Pembebasan
By: INO  SUHARTONO

    Sejarah telah menorehkan luka yang dalam ketika kita di jajah baik secara fisik, ekonomi maupun pengetahuan lebih dari 350 tahun. Dan ketika proklamasi di degungkan pada 17 Agustus 1945, sebagai sebuah momentum bangsa yang telah mengantarkan rakyat pada pintu gerbang kemerdekaan, maka saat ini setelah 64 tahun lebih, apakah kita masih berada pada pintu gerbang kemerdekaan ?
Sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, seyogyanya mari kita sama-sama merenung. Jika hanya secara formalitas belaka, kita telah merebut kemerdekaan atas penjajahan fisik dll. Kita telah terbukti bisa bebas dan merdeka. Namun demikian, secara sadar maupun tidak sadar, terkadang kita telah lupa dengan esensi ajaran dari sebuah kata Merdeka.
Jika esensi terpenting dari  kata Merdeka adalah bagaimana kita bisa membebaskan diri dari tirani kebodohan, kesombongan, keserakahan dan juga egoistis. Lalu setelah kita merdeka atasnya, maka seyogyanya kita berusaha untuk bisa membantu orang lain agar terbebas dari tirani tersebut. Maka apakah saat ini kita benar-benar telah merdeka ?
Miris rasanya jika kita melihat realita saat ini. Tirani kebodohan dan pembodohan masih terus bercokol di berbagai pelosok nusantara. Lihat saja kurikulum pendidikan kita saat ini yang masih mengacu pada pedoman era industry. Dimana sekolah-sekolah dan tempat kuliah sekalipun terus-menerus hanya mencetak para robot agar bisa bekerja, bekerja dan bekerja. Terbukti ketika terjadi pembukaan lowongan PNS, yang di butuhkan paling cuma 10 orang saja, yang mendaftar bisa sampai ribuan. Tidak hanya itu, lowongan pekerjaan swastapun demikian halnya. Hampir satu juta pengangguran intelektual kita saat ini. Apakah tidak ada evaluasi sama sekali dari kasus tersebut untuk bisa merancang sebuah arsitek pembangunan SDM masa depan ?
Ini baru satu kasus, masih banyak sekali tirani kebodohan dan pembodohan yang lain yang bisa kita kuak. Dan ini artinya kita benar-benar belum Merdeka.

Pendidikan perlu untuk menumbuhkan kesadaran kritis peserta didiknya. Pendidikan harus mengajak peserta didik untuk jeli melihat ketidakadilan di dalam kehidupan sosial, bersikap reflektif, merumuskan pemikirannya tentang ketidakadilan itu, dan kemudian mengajukan solusi untuk melenyapkannya. (Amelia, 2009) Pendidikan yang masih berfokus pada pengajaran teknis yang sempit di dalam tembok-tembok displin ilmu tidak akan pernah mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kesadaran kritis. Di dalam masyarakat demokratis seperti Indonesia, pendidikan yang berfokus pada penciptaan kesadaran kritis amatlah diperlukan. Sebuah negara yang masih berfokus pada penciptaan ‘tukang-tukang’ ilmiah tidak akan mampu menciptakan kultur demokratis yang diperlukan, guna menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera melalui jalan-jalan demokratis.
Pendidikan sebagai Penyadaran (Paulo Freire)

Argumen tersebut dirumuskan oleh Paulo Freire untuk melawan semua bentuk penindasan yang terjadi pada masyarakat Sao Paulo, Brasil pada masa ia hidup. Ia berpendapat bahwa pendidikan tidak boleh steril dari politik. Sebaliknya pendidikan harus mampu ikut serta di dalam proses untuk mewujudkan politik yang berakar pada keadilan. Pendidikan harus melibatkan dirinya di dalam dinamika sosial masyarakat, termasuk di dalamnya dinamika ekonomi, politik, dan budaya.
Freire juga menegaskan bahwa pendidikan perlu untuk membuka mata peserta didik terhadap penindasan yang terjadi di depan matanya, yang mungkin selama ini belum disadari. Pengandaian dasar Freire adalah bahwa realitas selalu menyimpan ketidakadilan dan penindasan di baliknya. Realitas harus terus dicurigai sebagai sesuatu yang menyembunyikan ketidakadilan. Proses pendidikan adalah proses untuk menyadarkan peserta didik, sehingga mereka tergerak untuk membongkar ketidakadilan dan penindasan yang terjadi di depan mata mereka.

         Di Indonesia mayoritas guru dan dosen belum mengetahui atau meresapi pemikiran Freire tersebut. Mereka berfokus pada transfer pengetahuan teknis, tanpa ada dorongan lebih jauh untuk membuka mata peserta didik terhadap ketidakadilan sosial yang terjadi sehari-hari di Indonesia. Akibatnya peserta didik menjadi tidak peka terhadap situasi sekitar mereka. Dan lebih parah lagi, mereka justru menjadi orang-orang yang melestarikan dan bahkan mengembangkan penindasan sosial yang ada.
Pada hemat saya pola pendidikan semacam itu sama sekali tidak membebaskan dan menyadarkan. Sebaliknya pola pendidikan semacam itu pada akhirnya akan menghancurkan masyarakat secara umum. Para peserta didik menjadi orang yang angkuh dan berpikir konservatif. Mereka merasa diuntungkan dengan adanya penindasan, maka mereka lalu diam saja, atau justru memperparah keadaan. Dalam arti ini tujuan pendidikan telah gagal sejak awal.
opini artikel pendidikan kritis sebagai pembebasan
Dipaksa untuk Bebas

Proses penyadaran dan pembebasan memang tidak datang dari surga. Sebaliknya proses tersebut harus diawali dengan penderitaan dalam bentuk paksaan. Secara normatif hal tersebut memang tidak bisa dibenarkan. Namun secara realistik setiap bentuk kebebasan selalu muncul dari adanya penindasan dan paksaan.
Setiap orang bebas untuk memilih makanan kesukaannya. Namun terlebih dahulu ia perlu belajar cara makan yang tepat. Untuk memperoleh pengetahuan tentang cara makan yang tepat, ia harus dipaksa belajar oleh orang tuanya. Setiap orang berhak untuk menuliskan pemikirannya secara bebas. Namun untuk bisa menulis, ia perlu dipaksa untuk belajar oleh guru dan orang tuanya.
Dengan demikian kesadaran dan kebebasan adalah sesuatu yang muncul dari bangkai peradaban yang memang berisi penindasan. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) juga muncul dari pengalaman traumatis atas perbudakan dan penjajahan. Maka sudah sewajarnya untuk bisa berpikir kritis, orang perlu untuk dilatih dalam tekanan dan paksaan terlebih dahulu. Harapannya ia kemudian menjadi sadar, dan tergerak dari dalam untuk mengembangkan kesadarannya itu.

Pendidikan Demokrasi

Di dalam masyarakat demokratis, setiap orang berhak untuk berpikir dan menyampaikan pemikirannya tersebut. Ia berhak untuk membentuk kelompok ataupun organisasi, dan menyampaikan pemikirannya di dalam organisasi itu. Dalam arti ini dapatlah disimpulkan, bahwa konsep kebebasan sangatlah penting di dalam masyarakat demokratis. Namun kebebasan macam apa yang perlu untuk dirawat dan dikembangkan?
Kebebasan yang diperlukan adalah kebebasan yang berakar pada kesadaran kritis orang yang tergerak oleh penindasan ataupun ketidakadilan sosial yang terjadi di depan matanya. Kebebasan di dalam masyarakat demokratis bukanlah kebebasan tanpa arah dan anarkis, melainkan kebebasan yang berorientasi pada upaya-upaya kritis, guna menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam arti ini kebebasan dan kesadaran kritis adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan! Pendidikan memainkan peranan yang sangat penting untuk menciptakan kesadaran kritis di pikiran para peserta didik. Ingat, ditangan merekalah masa depan Bangsa Indonesia ditentukan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar