Selasa, 04 November 2014

opini pendidikan

                 PENDIDIKAN NASIONAL TERHIMPIT KURIKULUM DAN ANGGARAN


Memasuki abad 21 sumberdaya manusia kita masih kurang kompetitif dibandingkan dengan Negara-negara di Asia Tenggara. Keadaan ini masuh diperparah dengan biaya pendidikan yang semakin mahal. Dalam konteks saat ini, kemunculan sebuah kurikulum menjadi menjadi kebutuhan krusial dalam proses pengembangan pendidikan di Indonesia. Berbagai persoalan mulai muncul dejak diberlakukannya kurikulum baru.

Ketidakoptimalan KBK disebabkan oleh tiga hal.

         Pertama inkonsistensi aplikasi menyebabkan anburadulnya pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan tercipta sumber daya manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan saja, tetapi juga keterampilan hidup. Namun, padatnya materi pelajaran disekolah dengan waktu yang relative singkat menyebabkan para guru kelabakan dalam menerapkan KBK untuk mencapai kompetensi. Sebagai contoh, untuk SMA kelas I terdapat 16 mata pelajaran (MP) dalam waktu 37-40 jam pelajaran (JP) perminggu. Dalam hal ini, ! JP sama dengan 45 menit. Dengan jumlah MP yang banyak dan JP yang sedikit itu siswa dituntut untuk menguasai kompetisinya, bagaimana bisa optimal?

          Kedua, ada perbedaan interprestasi dan implementasi KBK di tingkatpenatar, kepala sekolah, dan para guru karena karena sosialisasi belum optimal. Guru banyak yang menerapkan KBK dengan porsi pembelajaran yang berlebihan kepada siswa. Ada guru yang mengajarkan matematika langsung pada soal-soal kemudian dibahas. Ketika ditanya alasannya KBK.
Ketika kemunculan KBK yang berpijak pada asumsi bahwa kondisi sekolah di Indonesia tidak sama seharusnya menjadi kerangka dasar bagi pemerintah dalam menerapkannya. Namun pemerintah masih terlalu mencampuri wewemag sekolah. Sebagai contoh, UAN yang masih sentralistik dengan standar nilai dan soal ujian ditentukan oleh pemerintah jelas bertentangan dengan yang seharusnya dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

         Perbaikan kurikulum dengan melibatkan masyarakat sebagai salah satu elemen belum sepenuhnya tepat sasaran. Selama ini pelibatan masyarakat hanya dalam persoalan financial dan intrastruktur. Pemahaman yang sepenggal tentang kebujakan pendidikan justru menibulkan bahwa wacana otonomi pendidikan yang pada gilirannya memunculkan komersialisasi dan kapitalisme didunia pendidikan.

          Dalam hal bantuan operasional sekolah (BOS), pemerintah ternyata tidak sukses menjalankan. Pengucuran dana BOS ternyata hanya menjadi pengalih isu. Rakyat semakin menderita akivbat kenaikan harga barang dan bahan pokok. Akibatnya mereka yang miskin semakin tdak mampu menyentuh pendidikan lantran kebutuhan sehari-hari masih sulit dipenuhi, bahkan upaya pemerintah dengan rencana anggaran pendidikan sebesar 20 % belum dirasakan sampai kepelosok. Barangkali inilah nasib pendidikan nasional kita yang masin terhimpit dengan persoalan kurikulum dan anggaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar